Minggu, 15 Agustus 2010

hikma puasa

“Dan carilah pada apa yg telah dianugerahkan Allah kepadamu kebahagian negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu dari keni’matan dunia.”

Hikmah yg diperoleh dari ajaran berpuasa Ramadan nilai kesalehan selalu berada pada jaringan sosial masyarakat dilandasi oleh kualitas iman dan takwa. Sehingga dalam kalbu kita tumbuh pribadi yg kuat senantiasa ikhlas beramal dan bukan pribadi yg selalu menjadi beban orang lain. Kondisi sekarang kesalehan sosial yg berwujud rasa peduli terhadap merebaknya kemiskinan terlihat jelas konteksnya.

Seperti tidak menentunya kondisi perekonomian rakyat anjloknya nilai rupiah yg dirasakan pahit bagi masyarakat golongan bawah. Situasi perekonomian yg tidak jelas juntrungnya di berbagai aspek kehidupan menumbuhkan nafsu egoistis di kalangan masyarakat tingkat menengah ke atas menjauhkan diri dari nilai-nilai kemanusiaan menggiringnya ke sikap apatisme. Esensi ajaran Islam tidak mengajarkan manusia bersikap masa bodoh terhadap masyarakat lingkungan lebih-lebih terhadap mereka yg hidup kekurangan dan miskin.

Islam tidak boleh membiarkan umatnya hidup serba kekurangan melainkan dijadikan manusia itu menjadi mahluk yg hidup dalam keseimbangan antara keperluan duniawiyah dan ukhrawiyah. Karena itu hikmah puasa Ramadan secara kondusif melahirkan dua dimensi keberkahan kehidupan dunia dan akhirat.

Secara fisik dgn berpuasa seseorang harus mampu mengendalikan nafsu sekularitas hedonistis egoistis maupun sikap hidup kompetitif konsumtif agar hidup ini senantiasa dihayati sebagai rahmat dan ni’mat dari Allah SWT. Mereka harus menahan rasa lapar dan haus tidak melakukan hubungan badan dgn istri dari waktu fajar hingga matahari tenggelam di petang hari serta tidak melakukan perbuatan jahat tidak mengeluarkan kata-kata kotor menahan emosi dan nafsu amarah serta berbagai perbuatan tercela lainnya.

Secara psikologis seseorang yg berpuasa Ramadan menyatukan dirinya dalam kondisi penderitaan akibat rasa lapar dan haus yg selama itu lbh banyak diderita oleh fakir miskin yg dalam hidupnya selalu terbelenggu oleh kemiskinan. Esensi puasa Ramadan juga memberikan nilai ajaran agar orang yg beriman dan bertakwa mengikuti tuntunan Nabi saw yg hidupnya amat sederhana dan selalu bersikap lugu dalam segala aspek kehidupannya.Beliau menganjurkan kepada umat Islam “berhentilah kamu makan sebelum kenyang.” Contoh sederhana tsb mudah didengar tapi terasa berat dilaksanakan jika seseorang tengah bersantap dgn makanan lezat. Memang itulah tuntunan yg memiliki bobot kesadaran diri tinggi terhadap lingkungan masyarakat miskin yg berada di lingkungannya.

Di bagian lain Nabi saw mencontohkan “berbuka puasalah kamu dgn tiga butir kurma dan seteguk air minum setelah itu bersegeralah salat magrib.” Kaitannya dgn itu Nabi Saw menganjurkan agar selalu gemar memberi makan utk tetangga yg miskin. Fenomena kesadaran fitrah di atas dalam puasa Ramadan saat ini diharapkan mampu membentuk rasa keterikatan jiwa dan moral utk memihak kepada kaum dhuafa fakir miskin. Pendekatan ini harus diartikulasikan pada pola pikir dan pola tindak ke dalam bingkai amal saleh mampu melebur ke dalam pola kehidupan kaum mustadh’afin.

Seperti dicontohkan Nabi SAW saat membebaskan budak masyarakat kecil dan golongan lemah yg tertindas dgn membangkitkan ‘harga diri’ dan nilai kemanusiaan. Nabi SAW bisa hidup di tengah mereka dalam kondisi sama-sama lapar tidur di atas pelepah daun kurma. Begitu dekatnya Nabi Saw dgn orang-orang miskin sampai-sampai beliau mendapat julukan Abul Masakin . Ketika ada seorang sahabat bertanya terhadap keberadaan dirinya beliau menjawab “carilah aku di tengah orang-orang yg lemah di antara kalian.” Isyarat yg diberikan Nabi Saw ini menggugah seorang pemikir Islam dari Turki Hilmi H. Isyik mengatakan “Orang yg bersikap masa bodoh terahdap orang-orang miskin di sekitarnya tidak mungkin ia menjadi seorang muslim yg baik.” Pengertian di atas mengambil esensi dari Sabda Nabi Saw yg maksudnya tiap orang muslim jangan mengabaikan dasar pokok iman ibadah dan akhlak. Kalau hal itu terabaikan amal atau muamalat duniawi akan menyimpang tidak terkontrol nafsu kemurkaannya tidak terkendali sehingga orang akan berperilaku sekehendaknya sendiri tanpa memperdulikan lingkungan dan penderitaan orang lain. Dampaknya dapat menghancurkan sikap toleransi dan solidaritas sesama umat Muslim.

Nabi Saw bersabda “Barangsiapa tidak merasa terlibat dgn permasalahan umat Islam dia bukanlah dari golonganku.” Ini jelas memperingatkan permasalahan umat Muhammad yg tumbuh di dunia bukan hanya ibadah salat dan puasa saja juga luluh ke dalam nasib penderitaan sesama umat. Konteksnya dgn puasa Ramadan Nabi saw menegaskan “begitu banyak orang berpuasa tapi yg dihasilkannya hanya rasa lapar dan haus semata-mata.” Sabda ini mengandung arti hikmah puasa Ramadan bukan sekadar menahan rasa lapar dan haus menahan nafsu dan keinginan hedonistis melainkan secara esensial mengandung makna penghayatan rohani amat yg dalam yakni ekspresi jiwa dan konsentrasi mental secara utuh dan solid di mana sendi-sendi mental dan jiwa terperas ke dalam fitrah diri meluruskan disiplin pribadi dgn baik.

Semua rangkuman di atas merupakan intisari dari firman Allah Swt “Hai orang-orang yg beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana di wajibkan atas orang-orang sebelum kami agar kamu bertakwa.” . Di sinilah kekuatan iman dan takwa seorang Muslim diuji. Sehingga jelas nilai takwa seorang Muslim terangkat pada derajat hidup manusia ke dalam orientasi kehidupan duniawi sekaligus memperoleh justifikasi etis keakhiratan. Allah Swt berfirman “Dan carilah pada apa yg telah dianugerahkan Allah kepadamu kebahagian negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu dari keni’matan dunia.” . Dari sana pula pendekatan yg fleksibel sesama umat dijalin dgn batas pengertian tertentu yakni berpegang pada pokok akidah yg kita yakini sehingga upaya mengangkat kemiskinan terwujud dgn semangat kebersamaan dan solidaritas yg tinggi dalam implementasi wadah puasa Ramadan yg penuh rahmat ampunan dan barakah. sumber file al_islam.chm

Read More..

Makna Puasa

blogspot

Abu Hurairah RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda : Setiap amalan anak Adam untuknya satu kebaikan dibalas dengan 10 sampai 700 kebaikan. Allah berfirman, ‘Kecuali puasa, karena dia untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya’. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Kata puasa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti menghindari makan, minum, dan sebagainya dengan sengaja (terutama bertalian dengan keagamaan) atau salah satu rukun Islam berupa ibadah menahan diri atau berpantang makan, minum, dan segala yang membatalkannya mulai terbit fajar sampai terbenam matahari. Puasa dalam bahasa Arab disebut shiyam atau shaum. Keduanya sama-sama kata dasar dari kata kerja sha-wa-ma, yang berarti menahan secara mutlak dan tidak bepergian dari satu tempat ke tempat lain (Asy-Syaukani, 1173 – 1255 H, dalam Fathul-Qadir).

Orang yang diam pun dapat dikatakan berpuasa, sebab ia menahan diri dari berbicara sebagaimana firman Allah SWT: Sesungguhnya aku telah bernadzar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah. Puasa di sini berarti tidak berbicara. Hal ini juga dipertegas dengan baris selanjutnya: Maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini. (QS. Maryam [19] : 26).

Hal tersebut di atas dapat dipahami bahwa shiyam atau shaum merupakan qiyam bila ‘amal, yang berarti ‘beribadah tanpa bekerja’. Dikatakan demikian karena puasa itu sendiri bebas dari gerakan-gerakan, baik gerakan itu berdiri, berjalan, makan, minum dan sebagainya. Sehingga, Ibnu Duraid mengatakan bahwa segala sesuatu yang diam dan tidak bergerak, berarti sesuatu itu sedang berpuasa.

Ibnu Mandzur dalam Lisan Al-’Arab mendefinisikan puasa sebagai hal meninggalkan makan, minum, menikah, dan berbicara.

Adapun pengertian puasa menurut istilah ulama fiqh adalah menahan diri dari segala yang membatalkan sehari penuh mulai dari terbit fajar shadiq hingga terbenam matahari dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. Dalam Surah Al-Baqarah, Allah SWT berfirman: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (QS. Al-Baqarah [2] : 183)

Demikianlah uraian singkat tentang makna puasa. Mudah-mudahan menjadi pengingat bahwa Ramadhan akan menjadikan kita sebagai insan kamil. Jutaan kebahagiaan dan kemenangan selalu Allah SWT tawarkan kepada kita di dalam bulan yang mulia ini. Sungguh merugi sekali bila kita tidak memanfaatkan momentum Ramadhan.

Read More..

makna puasa

Di antara syahwat besar yang dapat menyesatkan manusia adalah syahwat perut dan kemaluan. Puasa membiasakan jiwa mengendalikan kedua syahwat tersebut.

“Puasa adalah separuh kesabaran” [HR. Tirmidzi & Ibnu Majah, sanad hasan].

Ada tiga tingkatan puasa:

1. Puasa orang awam: menahan perut dan kemaluan dari mengikuti kemauan syahwat.

2. Puasa orang khusus: menahan pendengaran, penglihatan, lisan, tangan, kaki dan semua anggota badan dari berbagai dosa.

3. Puasa orang super khusus : puasa hati dari berbagai keinginan rendah dan pikiran-pikiran yang tidak berharga; juga menahan hati dari selain Allah secara total. Aktifitas duniawi mereka pun diperuntukkan demi bekal akhirat.

Ada enam (6) cara menggapai puasa para shalihin (orang khusus):

a. Menundukkan pandangan dan menahannya dari berkeliaran memandang ke setiap hal yang dicela dan dibenci.

“Pandangan adalah salah satu anak panah yang beracun di antara anak panah Iblis. Barangsiapa meninggalkannya karena takut kepada Allah maka ia telah diberi Allah keimanan yang mendapatkan kelezatan di dalam hatinya.” [HR. al-Hakim -yg men-shahih-kan sanadnya].

b. Puasa lisan: menjaga lisan dari bualan, dusta, ghibah, gunjingan, kekejian, perkataan kasar, pertengkaran dan perdebatan; mengisinya dengan diam, dzikrullah dan tilawah al-Quran.

“Sesungguhnya puasa itu tidak lain adalah perisai; apabila salah seorang di antara kamu sedang berpuasa maka janganlah berkata kotor dan jangan pula bertindak bodoh; dan jika ada seseorang yang menyerangnya atau mencacinya maka hendaklah ia mengatakan sesungguhnya aku berpuasa, sesungguhnya aku berpuasa.” [HR. Bukhari & Muslim].

c. Menahan pendengaran dari mendengarkan setiap hal yang dibenci (makruh) karena setiap yg diharamkan perkataannya diharamkan pula mendengarkannya. Allah SWT menyetarakan orang yang mendengarkan dan yang memakan barang yang haram, “Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram.” [Al-Maidah: 42].

d. Menahan berbagai anggota badannya dari berbagai dosa; seperti menahan tangan dan kaki dari hal-hal yang dibenci, menahan perut dari berbagai syubhat pada waktu tidak puasa. Tidak ada artinya berpuasa dari yang halal, tapi berbuka puasa dengan yang haram. Barang yang haram adalah racun yang menghancurkan agama, sedangkan barang yang halal adalah obat yang bermanfaat bila dikonsumsi sedikit tetapi berbahaya bila terlalu banyak.

Apa artinya pula berpuasa dari makanan halal tapi ‘memakan daging manusia’ (berghibah -yang notabene haram) ketika berbuka.

“Berapa banyak orang yang berpuasa tetapi ia tidak mendapatkan dari puasanya itu kecuali lapar dan dahaga.” [HR. Nasa'i & Ibnu Majah].

e. Tidak memperbanyak makanan yang halal pada saat berbuka puasa sampai penuh perutnya. Tujuan puasa ialah pengosongan dan menundukkan nafsu untuk memperkuat jiwa mencapai taqwa. Dan esensi puasa adalah melemahkan berbagai kekuatan yang menjadi sarana syetan untuk kembali kepada keburukan. Semua ini tidak akan tercapai kecuali dengan mengurangi makanan yang biasa dimakan pada di tiap malam ketika tidak berpuasa. Bahkan di antara adabnya adalah mengurangi tidur siang agar merasakan lapar kemudian berusaha agar setiap malam bisa bertahajjud beserta wiridnya sehingga hatinya menjadi jernih, karena bisa jadi syetan tidak mengitari hatinya dan dia bisa melihat berbagai keghaiban langit.

f. Ber-ifthar dengan hati cemas dan harap, mengkhawatirkan ‘nilai’ puasanya. Hendaklah hati dalam keadaan demikian di akhir setiap ibadah yang baru saja dilaksanakan. Sebagian ulama’ berkata: ‘berapa banyak orang yang berpuasa sesungguhnya dia tidak berpuasa dan berapa banyak orang yang tidak berpuasa tetapi sesungguhnya dia berpuasa.

-Diringkas dari “Rahasia Puasa dan Syarat-Syarat Batinnya”, buku Tazkiyatun Nafs susunan Sa’id Hawwa-

Read More..

Kamis, 05 Agustus 2010

Kekerasan Pada Siswa di Sekolah
Kategori Pendidikan
Oleh : Pudji Susilowati, S.Psi
Jakarta, 19 Mei 2008

Kekerasan dapat terjadi dimana saja, termasuk di sekolah. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh UNICEF (2006) di beberapa daerah di Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 80% kekerasan yang terjadi pada siswa dilakukan oleh guru. Belakangan ini masyarakat dikejutkan dengan berita mengenai seorang guru yang menganiaya salah satu siswanya akibatnya siswa tersebut harus dirawat di rumah sakit. Di televisi juga pernah marak diberitakan mengenai siswa yang melakukan kekerasan pada siswa lainnya, contohnya kasus IPDN, dll. Hal ini, tentunya cukup mengejutkan bagi kita. Kita tahu bahwa sekolah merupakan tempat siswa menimba ilmu pengetahuan dan seharusnya menjadi tempat yang aman bagi siswa. Namun ternyata di beberapa sekolah terjadi kasus kekerasan pada siswa yang dilakukan oleh sesama siswa, guru atau pihak lain di dalam lingkungan sekolah. Kuriake mengatakan bahwa di Indonesia cukup banyak guru yang menilai cara kekerasan masih efektif untuk mengendalikan siswa (Phillip, 2007). Padahal cara ini bisa menyebabkan trauma psikologis, atau siswa akan menyimpan dendam, makin kebal terhadap hukuman, dan cenderung melampiaskan kemarahan dan agresi terhadap siswa lain yang dianggap lemah. Lingkaran negatif ini jika terus berputar bisa melanggengkan budaya kekerasan di masyarakat.

Untuk itu, pada kesempatan ini, kita akan membahas mengenai kekerasan pada siswa dan apa yang harus dilakukan oleh masing-masing pihak yang terkait.


Definisi Kekerasan pada siswa

* Kekerasan pada siswa adalah suatu tindakan keras yang dilakukan terhadap siswa di sekolah dengan dalih mendisiplinkan siswa (Charters dalam Anshori, 2007). Ada beberapa bentuk kekerasan yang umumnya dialami atau dilakukan siswa.
* Kekerasan fisik : kekerasan fisik merupakan suatu bentuk kekerasan yang dapat mengakibatkan luka atau cedera pada siswa, seperti memukul, menganiaya, dll.
* Kekerasan psikis : kekerasan secara emosional dilakukan dengan cara menghina, melecehkan, mencela atau melontarkan perkataan yang menyakiti perasaan, melukai harga diri, menurunkan rasa percaya diri, membuat orang merasa hina, kecil, lemah, jelek, tidak berguna dan tidak berdaya.
* Kekerasan defensive : kekerasan defensive dilakukan dalam rangka tindakan perlindungan, bukan tindakan penyerangan (Rini, 2008).
* Kekerasan agresif : kekerasan agresif adalah kekerasan yang dilakukan untuk mendapatkan sesuatu seperti merampas, dll (Rini, 2008).


Faktor-faktor Penyebab Kekerasan Dalam Dunia Pendidikan
Kekerasan yang terjadi dalam dunia pendidikan dapat terjadi karena beberapa faktor, yaitu:

Dari Guru
Ada beberapa faktor yang menyebabkan guru melakukan kekerasan pada siswanya, yaitu:

* Kurangnya pengetahuan bahwa kekerasan baik fisik maupun psikis tidak efektif untuk memotivasi siswa atau merubah perilaku, malah beresiko menimbulkan trauma psikologis dan melukai harga diri siswa.
* Persepsi yang parsial dalam menilai siswa. Bagaimana pun juga, setiap anak punya konteks kesejarahan yang tidak bisa dilepaskan dalam setiap kata dan tindakan yang terlihat saat ini, termasuk tindakan siswa yang dianggap "melanggar" batas. Apa yang terlihat di permukaan, merupakan sebuah tanda / sign dari masalah yang tersembunyi di baliknya. Yang terpenting bukan sebatas "menangani" tindakan siswa yang terlihat, tapi mencari tahu apa yang melandasi tindakan / sikap siswa.
* Adanya masalah psikologis yang menyebabkan hambatan dalam mengelola emosi hingga guru ybs menjadi lebih sensitif dan reaktif.
* Adanya tekanan kerja : target yang harus dipenuhi oleh guru, baik dari segi kurikulum, materi maupun prestasi yang harus dicapai siswa didiknya sementara kendala yang dirasakan untuk mencapai hasil yang ideal dan maksimal cukup besar.
* Pola authoritarian masih umum digunakan dalam pola pengajaran di Indonesia. Pola authoritarian mengedepankan faktor kepatuhan dan ketaatan pada figure otoritas sehingga pola belajar mengajar bersifat satu arah (dari guru ke murid). Implikasinya, murid kurang punya kesempatan untuk berpendapat dan berekspresi. Dan, pola ini bisa berdampak negatif jika dalam diri sang guru terdapat insecurity yang berusaha di kompensasi lewat penerapan kekuasaan.
* Muatan kurikulum yang menekankan pada kemampuan kognitif dan cenderung mengabaikan kemampuan afektif (Rini, 2008). Tidak menutup kemungkinan suasana belajar jadi "kering" dan stressful, dan pihak guru pun kesulitan dalam menciptakan suasana belajar mengajar yang menarik, padahal mereka dituntut mencetak siswa-siswa berprestasi.

Dari siswa
Salah satu factor yang bisa ikut mempengaruhi terjadinya kekerasan, adalah dari sikap siswa tersebut. Sikap siswa tidak bisa dilepaskan dari dimensi psikologis dan kepribadian siswa itu sendiri. Kecenderungan sadomasochism tanpa sadar bisa melandasi interaksi antara siswa dengan pihak guru, teman atau kakak kelas atau adik kelas. Perasaan bahwa dirinya lemah, tidak pandai, tidak berguna, tidak berharga, tidak dicintai, kurang diperhatikan, rasa takut diabaikan, bisa saja membuat seorang siswa clinging pada powerful / authority figure dan malah "memancing" orang tersebut untuk actively responding to his / her need meskipun dengan cara yang tidak sehat. Contohnya, tidak heran jika anak berusaha mencari perhatian dengan bertingkah yang memancing amarah, agresifitas,atau pun hukuman. Tapi, dengan demikian, tujuannya tercapai, yakni mendapat perhatian. Sebaliknya, bisa juga perasaan inferioritas dan tidak berharga di kompensasikan dengan menindas pihak lain yang lebih lemah supaya dirinya merasa hebat.

Dari Keluarga
Kekerasan yang dilakukan baik oleh guru maupun siswa, perlu juga dilihat dari factor kesejarahan mereka.

Pola Asuh

* Anak yang dididik dalam pola asih yang indulgent, highly privilege (orang tua sangat memanjakan anak dan memmenuhi semua keinginan anak), tumbuh dengan lack of internal control and lack of sense of responsibility. Mengapa? Dengan memenuhi semua keinginan dan tuntutan mereka, anak tidak belajar mengendalikan impulse, menyeleksi dan menyusun skala prioritas kebutuhan, dan bahkan tidak belajar mengelola emosi. Ini jadi bahaya karena anak merasa jadi raja dan bisa melakukan apa saja yang ia inginkan dan bahkan menuntut orang lain melakukan keinginannya. Jadi anak akan memaksa orang lain untuk memenuhi kebutuhannya, dengan cara apapun juga asalkan tujuannya tercapai. Anak juga tak memiliki sense of responsibility karena kemudahan yang ia dapatkan, membuat anak tidak berpikir action-consequences, aksi reaksi, kalau mau sesuatu ya harus berusaha. Anak di sekolah ingin dapat nilai bagus tapi tidak mau belajar, akhirnya mencontek, atau memaksa siswa lain memberi contekan dengan ancaman atau pun bribe .
* Orang tua yang emotionally or physically uninvolved, bisa menimbulkan persepsi pada anak bahwa mereka tidak dikehendaki, jelek, bodoh, tidak baik, dsb. Kalau situasi ini tidak sempat diperbaiki, bisa menimbulkan dampak psikologi, yakni munculnya perasaan inferior, rejected, dsb. Unresolved feeling of emotionally - physically rejected, membuat anak memilih untuk jadi bayang-bayang orang lain, clinging to strong identity meskipun sering jadi bahan tertawaan atau hinaan, disuruh-suruh. Atau, anak cenderung menarik diri dari pergaulan, jadi pendiam, pemurung atau penakut hingga memancing pihak aggressor untuk menindas mereka. Sebaliknya, orang tua yang terlalu rigid dan authoritarian, tidak memberikan kesempatan pada anaknya untuk berekspresi, dan lebih banyak mengkritik, membuat anak merasa dirinya "not good enough" person, hingga dalam diri mereka bisa tumbuh inferioritas, dependensi, sikapnya penuh keraguan, tidak percaya diri, rasa takut pada pihak yang lebih kuat, sikap taat dan patuh yang irrasional, dsb. Atau, anak jadi tertekan, karena harus menahan semua gejolak emosi, rasa marah, kecewa, sedih, sakit hati - tanpa ada jalan keluar yang sehat. Lambat laun tekanan emosi itu bisa keluar dalam bentuk agresivitas yang diarahkan pada orang lain.

Orangtua mengalami masalah psikologis
Jika orangtua mengalami masalah psikologis yang berlarut-larut, bisa mempengaruhi pola hubungan dengan anak. Misalnya, orang tua yang stress berkepanjangan, jadi sensitif, kurang sabar dan mudah marah pada anak, atau melampiaskan kekesalan pada anak. Lama kelamaan kondisi ini mempengaruhi kehidupan pribadi anak. Ia bisa kehilangan semangat, daya konsentrasi, jadi sensitif, reaktif, cepat marah, dsb.

Keluarga disfungsional
Keluarga yang mengalami disfungsi punya dampak signifikan terhadap sang anak. Keluarga yang salah satu anggotanya sering memukul, atau menyiksa fisik atau emosi, intimidasi anggota keluarga lain; atau keluarga yang sering konflik terbuka tanpa ada resolusi, atau masalah berkepanjangan yang dialami oleh keluarga hingga menyita energy psikis dan fisik, hingga mempengaruhi interaksi, komunikasi dan bahkan kemampuan belajar, kemampuan kerja beberapa anggota keluarga yang lain. Situasi demikian mempengaruhi kondisi emosi anak dan lebih jauh mempengaruhi perkembangan kepribadiannya. Sering dijumpai siswa "bermasalah", setelah diteliti ternyata memiliki latar belakang keluarga yang disfungsional.

Dari Lingkungan
Tak dapat dipungkiri bahwa kekerasan yang terjadi selama ini juga terjadi karena adanya faktor lingkungan, yaitu:

* Adanya budaya kekerasan : seseorang melakukan kekerasan karena dirinya berada dalam suatu kelompok yang sangat toleran terhadap tindakan kekerasan. Anak yang tumbuh dalam lingkungan tersebut memandang kekerasan hal yang biasa / wajar.

* Mengalami sindrom Stockholm : Sindrom Stockholm merupakan suatu kondisi psikologis dimana antara pihak korban dengan pihak aggressor terbangun hubungan yang positif dan later on korban membantu aggressor mewujudkan keinginan mereka. Contoh, kekerasan yang terjadi ketika mahasiswa senior melakukan kekerasan pada mahasiswa baru pada masa orientasi bersama terjadi karena mahasiswa senior meniru sikap seniornya dulu dan dimasa lalunya juga pernah mengalami kekerasan pada masa orientasi

* Tayangan televisi yang banyak berbau kekerasan : Jika seseorang terlalu sering menonton tayangan kekerasan maka akan mengakibatkan dirinya terdorong untuk mengimitasi perilaku kekerasan yang ada di televisi. Sebab, dalam tayangan tersebut menampilkan kekerasan yang diasosiasikan dengan kesuksesan, kekuatan dan kejayaan seseorang. Akibatnya, dalam pola berpikir muncul premis bahwa jika ingin kuat dan ditakuti, pakai jalan kekerasan.


Dampak Kekerasan Pada Siswa
Apa saja dampak kekerasan pada siswa? Kekerasan yang terjadi pada siswa di sekolah dapat mengakibatkan berbagai dampak fisik dan psikis, yaitu:

* Dampak fisik : kekerasan secara fisik mengakibatkan organ-organ tubuh siswa mengalami kerusakan seperti memar, luka-luka, dll.
* Dampak psikologis : trauma psikologis, rasa takut, rasa tidak aman, dendam, menurunnya semangat belajar, daya konsentrasi, kreativitas, hilangnya inisiatif, serta daya tahan (mental) siswa, menurunnya rasa percaya diri, inferior, stress, depresi dsb. Dalam jangka panjang, dampak ini bisa terlihat dari penurunan prestasi, perubahan perilaku yang menetap,
* Dampak sosial : siswa yang mengalami tindakan kekerasan tanpa ada penanggulangan, bisa saja menarik diri dari lingkungan pergaulan, karena takut, merasa terancam dan merasa tidak bahagia berada diantara teman-temannya. Mereka juga jadi pendiam, sulit berkomunikasi baik dengan guru maupun dengan sesama teman. Bisa jadi mereka jadi sulit mempercayai orang lain, dan semakin menutup diri dari pergaulan.


Solusi Untuk Mengatasi Kekerasan pada siswa di Sekolah
Bukankah kita mengharapkan agar generasi penerus kita merupakan generasi yang sehat secara fisik dan psikis? Oleh karena itu, kekerasan yang terjadi pada siswa di sekolah perlu ditangani karena mengakibatkan dampak negatif bagi siswa. Ada beberapa solusi yang dapat dilakukan dalam mengatasi kekerasan pada siswa di sekolah, yaitu:

Bagi Sekolah

* Menerapkan pendidikan tanpa kekerasan di sekolah
* Pendidikan tanpa kekerasan adalah suatu pendidikan yang ditujukan pada anak dengan mengatakan "tidak" pada kekerasan dan menentang segala bentuk kekerasan. Dalam menanamkan pendidikan tanpa kekerasan di sekolah, guru dapat melakukannya dengan menjalin komunikasi yang efektif dengan siswa, mengenali potensi-potensi siswa, menempatkan siswa sebagai subjek pembelajaran, guru memberikan kebebasan pada siswa untuk berkreasi dan guru menghargai siswa sesuai dengan talenta yang dimiliki siswa (Susilowati, 2007).
* Hukuman yang diberikan, berkorelasi dengan tindakan anak. Ada sebab ada akibat, ada kesalahan dan ada konsekuensi tanggung jawabnya.Dengan menerapkan hukuman yang selaras dengan konsekuensi logis tindakan siswa yang dianggap keliru, sudah mencegah pemilihan / tindakan hukuman yang tidak rasional.
* Sekolah terus mengembangkan dan membekali guru baik dengan wawasan / pengetahuan, kesempatan untuk punya pengalaman baru, kesempatan untuk mengembangkan kreativitas mereka. Guru juga membutuhkan aktualisasi diri, tidak hanya dalam bentuk materi, status, dsb. Guru juga senang jika diberi kesempatan untuk menuangkan aspirasi, kreativitas dan mencoba mengembangkan metode pengajaran yang menarik tanpa keluar dari prinsip dan nilai-nilai pendidikan. Selain itu, sekolah juga bisa memberikan pendidikan psikologi pada para guru untuk memahami perkembangan anak serta dinamika kejiwaan secara umum. Dengan pendekatan psikologi, diharapkan guru dapat menemukan cara yang lebih efektif dan sehat untuk menghadapi anak didik.
* Konseling. Bukan hanya siswa yang membutuhkan konseling, tapi guru pun mengalami masa-masa sulit yang membutuhkan dukungan, penguatan, atau pun bimbingan untuk menemukan jalan keluar yang terbaik.
* Segera memberikan pertolongan bagi siapapun yang mengalami tindakan kekerasan di sekolah, dan menindaklanjuti kasus tersebut dengan cara adekuat.

Sekolah yang ramah bagi siswa merupakan sekolah yang berbasis pada hak asasi, kondisi belajar mengajar yang efektif dan berfokus pada siswa, dan memfokuskan pada lingkungan yang ramah pada siswa. Menurut Rini (2008), perlu di kembangkan pembelajaran yang humanistik yaitu model pembelajaran yang menyadari bahwa belajar bukan merupakan konsekuensi yang otomatis namun membutuhkan keterlibatan mental, dan berusaha mengubah suasana belajar menjadi lebih menyenangkan dengan memadukan potensi fisik dan psikis siswa.

Bagi Orangtua atau keluarga

* Perlu lebih berhati-hati dan penuh pertimbangan dalam memilihkan sekolah untuk anak-anaknya agar tidak mengalami kekerasan di sekolah.
* Menjalin komunikasi yang efektif dengan guru dan sesama orang tua murid untuk memantau perkembangan anaknya.
* Orangtua menerapkan pola asuh yang lebih menekankan pada dukungan daripada hukuman, agar anak-anaknya mampu bertanggung jawab secara sosial
* Hindari tayangan televisi yang tidak mendidik, bahkan mengandung unsur kekerasan. Kekerasan yang ditampilkan dalam film cenderung dikorelasikan dengan heroisme, kehebatan, kekuatan dan kekuasaan.
* Setiap masalah yang ada, sebaiknya dicari solusi / penyelesaiannya dan jangan sampai berlarut-larut. Kebiasaan menunda persoalan, menghindari konflik, malah membuat masalah jadi berlarut-larut dan menyita energy. Sikap terbuka satu sama lain dan saling mendukung, sangat diperlukan untuk menyelesaikan setiap persoalan dengan baik.
* Carilah bantuan pihak professional jika persoalan dalam rumah tangga, semakin menimbulkan tekanan hingga menyebabkan salah satu atau beberapa anggota keluarga mengalami hambatan dalam menjalankan kehidupan mereka sehari-hari.

Bagi siswa yang mengalami kekerasan
Segera sharing pada orangtua atau guru atau orang yang dapat dipercaya mengenai kekerasan yang dialaminya sehingga siswa tersebut segera mendapatkan pertolongan untuk pemulihan kondisi fisik dan psikisnya.

Oleh karena itu, sangat penting bagi semua pihak, baik guru, orang tua dan siswa untuk memahami bahwa kekerasan bukanlah solusi atau aksi yang tepat, namun semakin menambah masalah. Semoga pembahasan ini dapat bermanfaat dan mengurangi terjadinya kekerasan pada siswa. Perlu diingat, bahwa untuk mengatasi masalah ini dibutuhkan kerjasama dari semua pihak.
Read More..
Read More..

Selasa, 03 Agustus 2010

Sekolah Asal, Tolak Bina Kembali Anggota Gang Nero
Oleh : Agus Pambudi | 19-Jun-2008, 02:38:00 WIB

KabarIndonesia - 3 SMA, tempat 4 remaja putri anggota Gang Nero bersekolah, menolak untuk membina mereka kembali, sebagai muridnya. Karna mereka dinilai telah mencemarkan nama lembaga pendidikan, SMA tempat asal mereka belajar. Secara administrasi, mereka dikeluarkan dari sekolahnya, pada tanggal 14 Juni 2008.

Para Kepala SMA di Batangan dan Juwana, menolak saran Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Pati, Sarpan, untuk kembali membina siswinya yang terlibat aksi kekerasan Gang Nero. Justru sebaliknya, para Kepala SMA yang siswinya terlibat Gang Nero, mengambil kebijakan untuk mengeluarkan mereka dari tempatnya belajar.

Keputusan tersebut, diantaranya telah dijatuhkan oleh SMA Negeri Batangan, terhadap siswinya yang menjadi anggota Gang Nero itu, sejak tanggal 14 Juni 2008 lalu.

Kepala SMA Negeri Batangan, Sutowo SPd, yang diwawancara usai rapat evaluasi pendidikan bersama Komisi D DPRD Pati menyatakan, pihaknya bersama Komite Sekolah sudah tidak dapat menerima 2 siswinya yang kini berurusan dengan Polisi, karna aksi kekerasan bersama Gang Nero. Langkah yang sama juga diambil SMA Negeri 1 Juwana, maupun SMK Diponegoro Juwana. “Kami harus kembali melobi dengan temen-temen komite, masyarakat, para siswa, dan para guru dulu. Masalahnya kami tidak seorang diri, dan sesuai administrasi kami sudah melepas mereka, itupun atas permintaan orang tua. Kalau tetap di sekolah lamanya, dia tidak nyaman dengan gurunya maupun temannya, karna mereka sudah ada nilai negatifnya”, jelasnya.

Kepala SMA Negri 1 Batangan, Sutowo menyayangkan penyiaran berita Gang Nero yang dikaitkan dengan Gang Brengsek, di media massa. Karna antara Gang Nero dan Gang Brengsek tidak ada kaitannya. Tapi dengan gencarnya pemberitaan di media massa, membuat kesan kurang baik bagi dunia pendidikan di Kabupaten Pati. Padahal aksi kekerasan itu, merupakan kejadian yang berbeda. “Tolonglah ini diklarifikasi dan jangan berlarut – larut jadi besar, untuk lahan media elektronik itu. Karna menurut saya kasus itu tidak begitu besar sebetulnya, sudah selesai di sekolah. Tapi gak tahunya, muncul Gang Brengsek itulah yang menjadi besar”, kata Sutowo.

Menanggapi penolakan Kepala SMA di Juwana dan Batangan, untuk membina siswinya yang terlibat Gang Nero, Kepala Dinas Pendidikan DisDik Kabupaten Pati, Sarpan, meminta, agar Kepala SMA yang telah mengambil kebijakan mengeluarkan siswinya karna terlibat aksi Gang Nero, untuk dapat menyalurkan ke sekolah lain. Sehingga kedepannya mereka dapat melanjutkan sekolahnya, sebagai bentuk tanggung jawab selaku pendidik. “Jadi kita lihat sisi positifnya. Kadang – kadang anak nakal itu, punya kelebihan. Jadi tolong Kepala Sekolah, jangan dilepas begitu saja, kalau bisa diterima. Kalau tidak ya disalurkan ke sekolah lain, dengan agrement. Malah nanti tidak dapat tempat untuk sekolah. Dikawal dan harus ada yang menerima, sebagai bentuk tanggungjawab sekolah. Tapi yang lebih mudah ya come back”, pintanya.
Aksi Gang Nero yang sudah dalam penanganan Polres Pati, Rabu pagi, 17 Juni 2008, juga dibahas Komisi D DPRD Pati. Pembahasan tersebut, untuk mencari solusi yang tepat, bagi anggota Gang Nero, untuk berubah, dan kembali bersekolah dengan baik.

Rapat yang dipimpin Ketua Komisi D DPRD Pati, Haji Mudasir, bersama anggotanya, dihadiri Kepala DisDik Pati, Sarpan bersama beberapa staffnya, dan Kepala SMA Negeri di Pati. By Agus Pambudi.
Read More..

Mendiknas Ingatkan Larangan Kekerasan Saat Orientasi Siswa

Mendiknas Ingatkan Larangan Kekerasan Saat Orientasi Siswa

Jakarta (ANTARA News) – Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas), Muhammad Nuh melarang adanya kekerasan saat orientasi kesiswaan berlangsung dalam memasuki ajaran baru 2010/2011, yang dimulai pada Senin (12/7).

“Orientasi kesiswaan itu penting untuk menanamkan kepribadian kepada siswa dan memberikan pengenalan kepada siswa baru tentang sekolahnya dan teman-temannya,” katanya usai melayat di kediaman almarhum KH Idham Cholid, di Cipete, Jakarta, Minggu.

Saat ini, kata dia, pihaknya tengah mengembangkan pendidikan yang berkarakter tanpa harus ada kekerasan pada ajaran baru ini.

Menurut Nuh, tradisi yang kurang baik itu lebih baik ditinggalkan karena akan memberikan dampak yang buruk terhadap siswa.

“Tradisi kekerasan harus dihentikan. Saat ini perlu pengembangan pendidikan berkarakter, seperti santun, wawasan luas dan lainnya,” ucapnya.

Ia berharap Dinas Pendidikan yang ada di Kabupaten/Kota melakukan pengawasan terhadap orientasi kesiswaan di sekolah-sekolah.

“Kalau ada kepala sekolah yang melaksanakan orientasi kesiswaan dengan kekerasan, maka akan dikenakan sanksi. Sanksinya berupa teguran atau sanksi lainnya,” tegas Nuh. Read More..

Senin, 02 Agustus 2010

pendidikan

Sekolah Asal, Tolak Bina Kembali Anggota Gang Nero
Oleh : Agus Pambudi | 19-Jun-2008, 02:38:00 WIB

KabarIndonesia - 3 SMA, tempat 4 remaja putri anggota Gang Nero bersekolah, menolak untuk membina mereka kembali, sebagai muridnya. Karna mereka dinilai telah mencemarkan nama lembaga pendidikan, SMA tempat asal mereka belajar. Secara administrasi, mereka dikeluarkan dari sekolahnya, pada tanggal 14 Juni 2008.

Para Kepala SMA di Batangan dan Juwana, menolak saran Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Pati, Sarpan, untuk kembali membina siswinya yang terlibat aksi kekerasan Gang Nero. Justru sebaliknya, para Kepala SMA yang siswinya terlibat Gang Nero, mengambil kebijakan untuk mengeluarkan mereka dari tempatnya belajar.

Keputusan tersebut, diantaranya telah dijatuhkan oleh SMA Negeri Batangan, terhadap siswinya yang menjadi anggota Gang Nero itu, sejak tanggal 14 Juni 2008 lalu.

Kepala SMA Negeri Batangan, Sutowo SPd, yang diwawancara usai rapat evaluasi pendidikan bersama Komisi D DPRD Pati menyatakan, pihaknya bersama Komite Sekolah sudah tidak dapat menerima 2 siswinya yang kini berurusan dengan Polisi, karna aksi kekerasan bersama Gang Nero. Langkah yang sama juga diambil SMA Negeri 1 Juwana, maupun SMK Diponegoro Juwana. “Kami harus kembali melobi dengan temen-temen komite, masyarakat, para siswa, dan para guru dulu. Masalahnya kami tidak seorang diri, dan sesuai administrasi kami sudah melepas mereka, itupun atas permintaan orang tua. Kalau tetap di sekolah lamanya, dia tidak nyaman dengan gurunya maupun temannya, karna mereka sudah ada nilai negatifnya”, jelasnya.

Kepala SMA Negri 1 Batangan, Sutowo menyayangkan penyiaran berita Gang Nero yang dikaitkan dengan Gang Brengsek, di media massa. Karna antara Gang Nero dan Gang Brengsek tidak ada kaitannya. Tapi dengan gencarnya pemberitaan di media massa, membuat kesan kurang baik bagi dunia pendidikan di Kabupaten Pati. Padahal aksi kekerasan itu, merupakan kejadian yang berbeda. “Tolonglah ini diklarifikasi dan jangan berlarut – larut jadi besar, untuk lahan media elektronik itu. Karna menurut saya kasus itu tidak begitu besar sebetulnya, sudah selesai di sekolah. Tapi gak tahunya, muncul Gang Brengsek itulah yang menjadi besar”, kata Sutowo.

Menanggapi penolakan Kepala SMA di Juwana dan Batangan, untuk membina siswinya yang terlibat Gang Nero, Kepala Dinas Pendidikan DisDik Kabupaten Pati, Sarpan, meminta, agar Kepala SMA yang telah mengambil kebijakan mengeluarkan siswinya karna terlibat aksi Gang Nero, untuk dapat menyalurkan ke sekolah lain. Sehingga kedepannya mereka dapat melanjutkan sekolahnya, sebagai bentuk tanggung jawab selaku pendidik. “Jadi kita lihat sisi positifnya. Kadang – kadang anak nakal itu, punya kelebihan. Jadi tolong Kepala Sekolah, jangan dilepas begitu saja, kalau bisa diterima. Kalau tidak ya disalurkan ke sekolah lain, dengan agrement. Malah nanti tidak dapat tempat untuk sekolah. Dikawal dan harus ada yang menerima, sebagai bentuk tanggungjawab sekolah. Tapi yang lebih mudah ya come back”, pintanya.
Aksi Gang Nero yang sudah dalam penanganan Polres Pati, Rabu pagi, 17 Juni 2008, juga dibahas Komisi D DPRD Pati. Pembahasan tersebut, untuk mencari solusi yang tepat, bagi anggota Gang Nero, untuk berubah, dan kembali bersekolah dengan baik.

Rapat yang dipimpin Ketua Komisi D DPRD Pati, Haji Mudasir, bersama anggotanya, dihadiri Kepala DisDik Pati, Sarpan bersama beberapa staffnya, dan Kepala SMA Negeri di Pati. By Agus Pambudi.
Read More..