Senin, 02 Agustus 2010

lebaran

Apa kabar lebaran? Apa makna lebaran? Gw dapet ratusan sms yang isinya ucapan hariraya, entah berapa juga yang sekedar mem-forward-nya, dan berisi ucapan klise. Tapi gw lebih tertarik mengomentari sms ucapan hariraya yang datengnya langsung dari si pengirim. Dalam bahasa Inggris yang norak, atau segala macam jokes (Avant punya), puisi, ucapan yang datar (…”met hariraya bos!“), atau gimana cara yang penting ekspresif. Ada yang dikasih ucapan sori telat ke’…Paling males kalo baca sms yang isinya “taqobalallahu…”, “minal…”, dan sebagainya. Bukan apa-apa, tapi sampe sekarang gw belom ngerti apakah arti “minal aidin wal faizin” itu? Banyak yang memaknai-nya sebagai “mohon maaf lahir bathin”, padahal bukan (yakin bukan). Seperti halnya orang yang nulis Dirgahayu RI ke-60, padahal arti kata “dirgahayu” sendiri dari dirga+rahayu, sanskrit untuk “panjang umur”. Cuman karena konteks-nya ke HUT banget, maka dirgahayu jadi identik sama HUT. Begitu juga “minal aidin wal faizin“. Acara silaturahmi di kantor kalo salaman minta maaf juga pada ngomong “minal…”, instead of “mohon maap…”.

Apakah lebaran berarti saling memaafkan? Dalam perspektif asal-usul, budaya saling memaafkan itu muncul karena setelah Ramadhan, konon dosa kita diampuni oleh The One. Itu transendental. Sekarang linier-nya, habluminannaas-nya, pasca-Ramadhan ini juga mesti beres. Bahkan ada tradisi yang sebelum Ramadhan diberesin dulu urusan fellow-men-ship-nya, baru tenang ngejalanin habluminallah. Cuman karena tradisi yang berpolah, jadinya acakadut. Udah ilang esensi, hilanglah tulus-nya permohonan maaf. Di khotbah solat Ied kemaren sempet disinggung kalo sejatinya kesempatan nge-clear-in hubungan horisontal ini lebih tepat kalo kita bisa ngebuktiin diri (diantaranya) dengan kita memberi maaf terhadap orang yang membenci kita. Masih ada dua ciri lagi yang gw lupa, tapi intinya bagaimana berjiwa lebih besar dengan mendahului dan membunuh gengsi untuk menyelesaikan masalah dengan menjalin kembali tali silaturahmi. Mungkin, jika kita memahami konsep ini akan lebih terasa makna lebaran. Lebih legawa kita memaafkan, ngga cuman formalitas belaka.

Apakah lebaran berarti kemenangan? Jika Ramadan kita lalui dengan sungguh-sungguh, maka boleh kita mengklaim mendapatkan kemenangan. Siapa yang ngga bangga kalo sebulan penuh menahan diri, mendekatkan diri, dan menjadi insan yang lebih baik dari sebelumnya. Lepas dari segala janji rewards pahala yang belom kita tau pasti, tapi emang udah jelas orang yang bisa mengendalikan dirinya pasti menjadi lebih baik. Tau kapan harus ini, dan tau kapan harus itu. Itulah kemenangan yang diperoleh pasca-Ramadan. Jadi inget kata pak da’i sejuta umat: “…intinya adalah pengendalian diri“. Tapi bagi yang seperti gw, puasa cuman ngga makan-minum pagi-malem? Solat masi bolong, itikaf ngga pernah, teraweh males, tadarus ngga tau maknanya…bisa ngga kita mengklaim kemenangan saat lebaran?

Lebaran kali ini, bagi gw (lebih) bermakna: “pulang”. Khusus yang ini gw merasakan banget sulit dan berharganya perjalanan pulang saat lebaran ini (untuk) diperjuangkan. Kenapa harus pada saat lebaran? Itulah energinya, semacam energi yang menggetarkan hati semua orang bahwa pada momen itu semua harus pulang. Kembali ke asalnya, atau sekedar mengingat asalnya. Mungkin itu juga konsep ilahiyah kenapa bisa jadi kembali ke sesuatu yang fitri meski secara spiritual sama sekali ngga mewakili. Gw berbagi energi dengan jutaan pemudik, sesuatu yang baru pertama kali gw rasain sendiri. Dan begitu indahnya perjuangan itu ketika kita sampai ke kampung halaman, tempat kita tumbuh besar. Begitu menyentuh ketika kita terpaku dihadapan pusara bunda, mengingat semua masa lalu yang kita lalui sampai sekarang. What an achievement. Ruang dan waktu yang dilalui…untuk selalu diputar kembali dalam ritus yang bernama “pulang”. Mengingatkan root kita. Who we are. Inilah pesan lebaran yang nyampe ke gw di antara sekian. Ketika menangis pasca solat Ied di depan memori tentang masa kecil, di depan makam ibu gw, di depan apa yang sudah gw jalani sampe’ saat ini…

0 komentar:

Posting Komentar